Kampung Tematik Kota Malang Belum Pulih Setelah Pandemi, Terhambat Inovasi dan Pendanaan

MALANG, Destinasi Wisata Hari Ini – Banyak kampung tematik di Kota Malang, Jawa Timur, yang belum bisa kembali bangkit sepenuhnya seperti sebelum pandemi Covid-19. Hanya beberapa yang masih bertahan, seperti Kampung Warna Warni, Kampung Tridi, Kampoeng Heritage Kajoetangan, Kampung Keramik Dinoyo, Kampung Tempe Sanan, dan Kampung Budaya Polowijen.

Masalah Perawatan dan Pengelolaan Sarana

Ketua Forkom Pokdarwis Kota Malang, Isa Wahyudi, menyebutkan bahwa masalah utama kampung tematik di kota ini berkaitan dengan perawatan sarana dan prasarana yang ada. Kampung-kampung tematik ini dikelola secara mandiri dan sudah jarang mendapatkan intervensi dari dinas terkait secara menyeluruh. “Saat ini sarana prasarana sudah banyak yang rusak. Ini memang dibangun secara swadaya masyarakat sejak awal,” ungkap Isa Wahyudi, Jumat (31/1/2025).

Kampung Tematik Mengalami Kejenuhan dan Kekurangan Dana

Menurutnya, banyak kampung tematik yang saat ini mengalami kejenuhan dan membutuhkan inovasi baru. Selain itu, penyelenggaraan acara juga terbatas karena masalah pendanaan. “Kampung Tridi dan Kampung Warna Warni rencananya akan dicat ulang pada 2025 dengan bantuan CSR, namun pemerintah hanya berperan sebagai penghubung saja,” terangnya. Beberapa kampung lain, seperti Kampung Keramat Kasin, Kampung Lampion, Kampung Wisata Aeng, Kampung Edukasi Karangbesuki, dan Kampung Rolak, sudah jarang dikunjungi wisatawan.

“Beberapa kampung memang masih terawat, tetapi kunjungannya menurun. Mereka hanya mengandalkan acara, tetapi tanpa pengunjung pada hari biasa, seperti Kampung Terapi Hijau, Kampung Wisata Panawijen, Kampung Topeng, dan Kampung Satrio Turunggo Jati,” lanjut Isa.

Kampung Bambu Mewek Menjadi Contoh Ketahanan Mandiri

Namun, ada beberapa kampung yang berhasil tetap berkembang secara mandiri, seperti Kampung Bambu Mewek. “Dulu Kampung Bambu Mewek sempat mati suri, namun sekarang mereka mengadakan pagelaran jaranan bantengan setiap Sabtu dan Minggu. Event tersebut menarik 500 pengunjung dan mereka menarik biaya Rp 2.000 hingga Rp 3.000 untuk kebersihan. Dengan cara ini, mereka memperoleh pendapatan,” tambahnya.

Minimnya Keterlibatan Dinas Terkait

Isa Wahyudi menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu ajakan koordinasi dari dinas terkait. Namun, hingga saat ini, belum ada upaya tersebut. “Beberapa tahun terakhir ini, kami hanya diundang untuk mengikuti pelatihan-pelatihan saja, seperti pelatihan tentang guide wisata, namun tidak ada pembicaraan serius mengenai masalah kampung tematik,” katanya.

Isa mengungkapkan bahwa kecenderungan dinas terkait saat ini hanya fokus pada acara promosi pariwisata yang sering kali tidak melibatkan kampung tematik secara langsung. Ia berencana mengadakan audiensi dengan Sekretaris Daerah sekitar bulan Februari 2025 untuk membahas masalah yang dihadapi kampung tematik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *