Warga Tempuh Jalur Hukum karena Overtourism
https://lunetwork.org/ AMSTERDAM – Lonjakan wisatawan di Amsterdam memicu kemarahan sebagian warga kota. Mereka menggugat pemerintah kota karena dianggap gagal mengendalikan pariwisata berlebihan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Dikutip dari Euronews, Sabtu (27/9/2025), gugatan resmi tersebut diajukan pada Senin (22/9/2025) oleh kelompok warga yang tergabung dalam inisiatif bernama “Amsterdam Heeft een Keuze” atau “Amsterdam Punya Pilihan.”
Kelompok ini berhasil menggalang dana sebesar €50.000 (sekitar Rp975 juta) dari penduduk lokal, dan didukung oleh 12 organisasi komunitas lainnya. Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah kota sejauh ini belum cukup tegas dalam mengatasi dampak buruk dari pariwisata massal.
Aturan Pembatasan Wisatawan Dinilai Tidak Efektif
Sebenarnya, pada 2021 lalu, pemerintah kota Amsterdam telah menerapkan aturan pembatasan maksimal jumlah wisatawan yang boleh menginap di kota itu, yakni 20 juta orang per tahun. Bahkan, pemerintah juga sempat meluncurkan kampanye untuk mengubah citra pariwisata kota—menghindari asosiasi dengan penggunaan narkoba dan prostitusi legal yang selama ini menjadi daya tarik sebagian wisatawan.
Namun dalam praktiknya, jumlah wisatawan terus melonjak. Data mencatat bahwa pada tahun 2024, jumlah turis yang menginap mencapai 22,9 juta orang, jauh di atas ambang batas. Untuk 2025, angka itu bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi antara 23 hingga 26 juta wisatawan.
Menurut ketentuan yang berlaku, ketika jumlah turis menginap sudah mencapai 18 juta, pemerintah kota wajib mengambil langkah-langkah konkret untuk menahan pertumbuhannya. Namun warga menilai pemerintah tidak melakukan upaya yang cukup.
“Sudah tiga tahun jumlah turis melebihi 20 juta, tapi tidak ada langkah nyata yang benar-benar berhasil dilakukan pemerintah kota,” kata Jasper van Dijk, salah satu penggagas gugatan ini.
Pajak Turis Dinilai Masih Kurang Tinggi
Salah satu kebijakan yang sudah diterapkan adalah kenaikan pajak turis hingga menjadi 12,5 persen—yang kini tercatat sebagai tarif tertinggi di Eropa. Pemerintah juga membatasi jumlah kapal pesiar sungai dan laut yang boleh masuk setiap tahun, serta menunda pembangunan hotel baru.
Namun menurut kelompok warga, kebijakan tersebut masih belum cukup untuk mengurangi dampak negatif dari pariwisata massal. Mereka menuntut agar pajak wisata dinaikkan lagi secara signifikan.
“Pendapatan dari pajak turis yang lebih tinggi bisa dimanfaatkan untuk membeli properti guna mengurangi krisis perumahan, atau untuk membersihkan kota dari sampah yang sebagian besar ditinggalkan oleh para wisatawan,” ujar Van Dijk.
Ia menambahkan, jika pemerintah berani menaikkan pajak secara substansial, pendapatan yang dihasilkan akan melebihi total biaya seluruh rencana yang pernah disusun dalam perjanjian koalisi pemerintah kota sebelumnya.
Kesimpulan
Kasus ini menjadi sorotan karena memperlihatkan ketegangan antara upaya menarik wisatawan sebagai sumber pemasukan ekonomi dan kebutuhan warga lokal untuk mempertahankan kualitas hidup mereka. Dengan gugatan ini, warga Amsterdam berharap pemerintah mengambil langkah lebih tegas dan serius dalam mengatur arus turis yang membanjiri kota mereka.