Pembongkaran Dimulai Setelah Desakan Warga dan Gubernur Bali
https://lunetwork.org/ Polemik mengenai tembok pembatas milik pengelola Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park Bali akhirnya menemui penyelesaian sementara. Setelah mendapat sorotan publik dan intervensi langsung dari Gubernur Bali, Wayan Koster, pihak manajemen GWK mulai membongkar sebagian pagar beton yang menutup akses warga Banjar Adat Giri Dharma, Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Pembongkaran dilakukan secara bertahap menggunakan mesin bor agar lebih efisien. Meski begitu, proses baru mencakup sebagian tembok saja. Salah satu warga terdampak, I Nyoman Tirtayasa, mengungkapkan rasa lega karena akses ke rumahnya mulai terbuka kembali.
Namun, Tirtayasa mendesak agar seluruh tembok di sepanjang Jalan Maghada dibongkar sepenuhnya. Ia mengingatkan agar tidak ada kejadian serupa di masa mendatang.
“Kami bersyukur pintu rumah bisa dibuka, tapi kami minta dengan sangat hormat agar semua tembok ini dibongkar,” ujar Tirtayasa.
Ia juga berharap ke depan, pengelola GWK dapat menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan masyarakat sekitar.
Asal-Usul Masalah: Warga Terisolasi Akibat Pembangunan Tembok
Permasalahan ini bermula ketika GWK membangun pagar beton yang secara langsung memutus akses jalan yang biasa digunakan oleh warga Banjar Giri Dharma. Gang selebar lima meter menuju rumah Tirtayasa ditutup tembok setinggi dua meter, membuatnya kesulitan keluar masuk rumah.
“Sejak setahun lalu, jalan menuju rumah saya ditutup. Saya tidak punya akses lagi ke jalan raya,” ungkap Tirtayasa.
Selama satu tahun (September 2024 – September 2025), ia dan warga lain terpaksa melewati semak-semak di lahan milik orang lain untuk beraktivitas.
Tirtayasa menilai pembangunan tersebut bertentangan dengan semangat awal proyek GWK yang semestinya turut memberdayakan masyarakat lokal.
“Bagaimana kami bisa meningkatkan ekonomi, kalau keluar rumah saja sulit?” keluhnya.
Permintaan pembukaan akses sempat diajukan langsung kepada manajemen GWK, tetapi tak kunjung direspons secara konkret. Akhirnya, warga mengadukan hal ini ke DPRD Provinsi Bali, didampingi oleh Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, yang juga Wakil Ketua DPRD Bali.
Respons Pemerintah dan DPRD: Tidak Cukup Formal, Harus Ada Pendekatan Sosial
Gubernur Bali Wayan Koster turut turun tangan menyikapi polemik ini. Ia menyatakan bahwa meski secara legal lahan tersebut berada dalam kawasan GWK, seharusnya pengelola tidak hanya berpijak pada aturan formal.
“Kawasan itu memang milik GWK secara hukum. Tapi jangan hanya gunakan pendekatan legal. Harus ada aspek sosial dan budaya yang diperhatikan,” tegas Koster.
Menurutnya, tidak ada jalur alternatif bagi warga selain akses yang ditutup tersebut, sehingga menutup jalan sama saja dengan mengisolasi warga.
“GWK jangan sampai menjadi kawasan eksklusif yang mengabaikan masyarakat lokal,” tambahnya.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali, I Made Daging, juga menyatakan bahwa lahan yang dibangun tembok oleh GWK merupakan badan jalan, dan seharusnya menjadi fasilitas umum.
“Itu jalan umum, bukan murni milik GWK. Masyarakat punya hak mengaksesnya,” jelas Made Daging.
DPR RI dan DPRD Bali Tegaskan Status Jalan Milik Pemkab Badung
Anggota DPR RI, I Nyoman Parta, turut mendukung warga. Ia menyebut bahwa data BPN dan surat menyurat yang dimiliki Perbekel dan Bendesa Adat Ungasan menunjukkan bahwa jalan tersebut milik Pemerintah Kabupaten Badung.
“Datanya lengkap dan jelas. Tidak ada alasan lagi untuk menutup jalan itu,” kata Parta.
DPRD Provinsi Bali pun memberi waktu satu minggu kepada manajemen GWK untuk membongkar tembok. Bila tidak dilakukan, pembongkaran akan dilakukan oleh warga bersama Satpol PP dan didampingi DPRD.
Klarifikasi dari Pihak GWK Cultural Park
Pihak manajemen GWK akhirnya memberikan pernyataan resmi. Mereka menyayangkan rekomendasi pembongkaran dari DPRD Bali, dan menyatakan bahwa pemagaran dilakukan di atas lahan milik PT Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN), selaku pengelola GWK.
GWK menyebut bahwa mereka telah melakukan sosialisasi kepada warga melalui surat pemberitahuan tertanggal 30 April dan 10 Juli 2024, dan melakukan pemagaran antara 10–20 September 2024.
“Kami hanya melindungi aset kami. Tapi tetap mendukung pemerintah dalam mencari solusi terbaik untuk akses warga,” demikian pernyataan manajemen.
GWK juga menegaskan bahwa penyediaan akses jalan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah.
Sekilas Tentang GWK Cultural Park
Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park merupakan salah satu ikon pariwisata di Bali, terletak di Jl. Raya Uluwatu, Ungasan, sekitar 10–15 menit dari Bandara Ngurah Rai.
Daya tarik utamanya adalah patung Garuda Wisnu Kencana setinggi 121 meter dengan rentang sayap 46 meter. Patung ini menggambarkan Dewa Wisnu yang menunggang Garuda, simbol pengabdian dan pelindung alam semesta dalam mitologi Hindu.
Pembangunan patung dimulai sejak 1989 oleh seniman Nyoman Nuarta, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1990.
Harga Tiket GWK Cultural Park (per Oktober 2025)
-
Tiket Reguler – Rp115.000 per orang
Fasilitas:-
Akses masuk GWK
-
Nonton film animasi Petualangan Garuda Cilik
-
Akses ke ASANA Artseum (studio foto tematik)
-
1 minuman gratis di Restoran Jendela Bali
-
15 pertunjukan budaya mulai pukul 11.00 WITA
-
-
Ultimate Bundling Package – Rp300.000 per orang
Fasilitas tambahan:-
Tur ke lantai 23 patung GWK bersama pemandu
-
Semua fasilitas pada tiket reguler
-
Objek wisata ini dikelilingi atraksi budaya, pantai, hingga aktivitas olahraga air yang menjadikannya kawasan wisata terpadu di Bali Selatan.